Minggu, 07 Juli 2013

Amalan Baik


Artikel Buletin An-Nur :
Puasa Sunnah dan Manfaatnya
Senin, 28 Nopember 05
Setiap kewajiban memiliki nafilah (sunnah) yang dapat mempertahankan keberadaan kewajiban tersebut serta menyempurnakan kekurangannya. Shalat lima waktu misalnya, memiliki shalat-shalat sunnah baik sebelum atau sesudahnya. Demikian juga dengan zakat, yang memiliki shadaqah sunnah. Haji dan umrah merupakan hal yang wajib dikerjakan sekali seumur hidup, sedangkan selebihnya adalah sunnah. 

Puasa pun demikian, puasa wajib dikerjakan pada bulan Ramadhan sedangkan puasa yang sunnah banyak sekali, di antaranya: Puasa sunnah yang tidak pasti, seperti puasa bagi orang yang belum mampu menikah. Ada pula puasa sunnah yang ditentukan misalnya puasa enam hari di bulan Syawwal. Keutamaan puasa ini adalah bahwa siapa yang mengerjakan nya setelah puasa Ramadhan, maka seakan-akan dia telah berpuasa sepanjang tahun.
 

Hal ini berdasarkan pada hadits Nabi
 shallallahu ‘alaihi wasallam yang bersumber dari Abu Ayyub al-Anshari radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, 
"Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian mengikutinya dengan puasa enam hari di bulan Syawwal maka ia seperti berpuasa ad-dahar (sepanjang tahun)." (HR. Muslim).
 

Selain puasa enam hari bulan Syawwal, masih ada puasa-puasa sunnah yang lainnya, di antaranya adalah:
 

Puasa Tiga Hari Setiap Bulan
 

Rasulullah
 shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 
"Tiga hari dalam setiap bulan (hijriyah), serta dari Ramadhan ke Ramadhan, semua itu seolah-olah menjadikan pelakunya berpuasa setahun penuh." (HR. Ahmad dan Muslim)
 

Abu Hurairah
 radhiyallahu ‘anhu mengatakan bahwa kekasihnya (Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam) telah mewasiatkan tiga perkara kepadanya, di antaranya adalah puasa selama tiga hari dalam setiap bulan. 

Yang paling utama, puasa tiga hari tersebut dilakukan pada ayyamul bidh (hari-hari putih/terang, yakni malam-malam purnama) pada tanggal 13, 14 dan 15 setiap bulannya. Dasarnya adalah hadits Abu Dzar
 radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 
"Wahai Abu Dzar, jika engkau berpuasa tiga hari pada setiap bulan, maka berpuasalah pada tanggal tiga belas, empat belas dan lima belas." (HR. Ahmad dan an-Nasa'i di dalam as-Sunan)
 

Puasa 'Arafah
 

Disebutkan dalam shahih Muslim bahwa Nabi
 shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa Arafah, beliau menjawab, "Dia (puasa Arafah) menghapuskan dosa tahun yang lalu dan tahun yang akan datang." 

Demikian pula disunnahkan berpuasa pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah.
 

Puasa Asyura'
 

Rasulullah
 shallallahu ‘alaihi wasallam pernah ditanya tentang puasa Asyura' (puasa tangggal 10 Muharram), maka beliau menjawab, "Dia menghapuskan dosa tahun yang lalu." 

Demikian pula secara umum puasa di bulan Muharrram, sebagaimana terdapat di dalam shahih Muslim dari Abu Hurairah
 radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan, maka beliau menjawab, 
"Puasa yang paling utama setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah al-Muharram."
 

Puasa Bulan Sya'ban
 

Mengenai puasa bulan Sya'ban ini, telah disebutkan di dalam ash-Shahihain dari Aisyah xberkata, "Aku tidak pernah melihat Nabi
 shallallahu ‘alaihi wasallam berpuasa selama sebulan penuh kecuali di bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat beliau memperbanyak puasa seperti yang dilakukannya pada bulan Sya'ban." 

Disebutkan dalam riwayat yang lain, "Beliau banyak berpuasa pada bulan itu, kecuali hanya sedikit hari-hari (beliau berbuka) di dalamnya.
 

Puasa Senin Kamis
 

Ketika Rasulullah
 shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya tentang puasa pada hari Senin maka beliau bersabda, 
"Itu adalah hari aku dilahirkan, hari aku diutus sebagai Nabi, atau hari diturunkannya al-Qur'an kepadaku."
 

Di dalam riwayat yang bersumber dari Aisyah
 radhiyallahu ‘anha dia berkata, "Nabishallallahu ‘alaihi wasallam senantiasa menjaga puasa Senin dan Kamis. (HR. Lima Imam ahli hadits, kecuali Abu Dawud). 

Diriwayatkan dari Abu Hurairah
 radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, 
"Amal-amal itu diperlihatkan pada hari Senin dan Kamis, maka aku senang jika amalku ditampakkan pada saat aku sedang berpuasa." (HR at-Tirmidzi)
 

Puasa Nabi Dawud
 

Tentang puasa Nabi Dawud ini terdapat dalam riwayat al-Bukhari bahwa Abdullah Ibnu Amr
 radhiyallahu ‘anhu pernah berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, "Demi Allah aku akan berpuasa pada siang hari dan bangun pada malam hari terus menerus selama hidupku." 

Ketika hal itu disampaikan kepada Rasulullah
 shallallahu ‘alaihi wasallam maka beliau bersabda, 
"Sesungguhnya engkau tidak akan mampu melakukan hal tersebut, karena itu berpuasa dan berbukalah, bangun dan tidurlah, berpuasalah engkau tiga hari dalam setiap bulannya, karena satu kebaikan akan dibalas sepuluh kali lipat, dan itu seperti puasa ad-Dahr (sepanjang tahun).
 

Tatkala mendengar jawaban dari Nabi
 shallallahu ‘alaihi wasallam ini Abdullah Ibnu Amrradhiyallahu ‘anhu berkata, "Sesungguhnya aka mampu melakukan yang lebih baik daripada itu. Maka beliau bersabda, "Berpuasalah satu hari dan berbukalah (tidak berpuasa) dua hari." Abdullah Ibnu Amr radhiyallahu ‘anhu menjawab, "Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih baik daripada itu." Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lalu bersabda, "Berpuasalah satu hari dan berbukalah satu hari, yang demikian itu adalah puasa Dawud, puasa tersebut adalah puasa yang paling baik." 

Lalu Abdullah bin Amr
 radhiyallahu ‘anhu berkata, "Sesungguhnya aku mampu melakukan yang lebih baik daripada itu." Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wasallambersabda, "Tidak ada yang lebih baik daripada puasa tersebut." 

PENGARUH PUASA SUNNAH
 

1.
 Puasa sunnah dapat dipergunakan seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Rabb-Nya, karena membiasakan diri berpuasa di luar puasa Ramadhan merupakan tanda diterimanya amal perbuatan, insya Allah. Hal ini karena Allah subhanahu wata’ala jika menerima amal seorang muslim maka dia akan memberikan petunjuk kepadanya untuk mengerjakan amal shalih setelahnya. 

2.
 Puasa Ramadhan yang dikerjakan seorang muslim untuk Rabbnya dengan penuh keimanan dan pengharapan pahala, akan menyebabkan seorang muslim mendapatkan ampunan atas dosa-dosa sebelumnya. Orang yang yang berpuasa akan mendapatkan pahala pada hari Idul Fithri, karena hari itu merupakan hari penerimaan pahala. Maka puasa setelah berlalunya Ramadhan merupakan bentuk rasa syukur terhadap nikmat ini, bagi hubungan seorang muslim dengan Rabbnya. 

3.
 Puasa sunnah merupakan janji seorang muslim untuk Rabbnya bahwa ketaatan itu akan terus berlangsung dan tidak hanya pada bulan Ramadhan saja, bahwa kehidupan ini secara keseluruhannya adalah ibadah. Dengan demikian puasa itu tidak berakhir dengan berakhirnya bulan Ramadhan, tetapi puasa itu terus disyari'atkan sepanjang tahun. Maha benar Allah subhanahu wata’ala yang telah berfirman, 
“Katakanlah, "Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (QS. 6:162)
 

4.
 Puasa sunnah menjadi sebab timbulnya kecintaan Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-Nya serta sebab terkabulnya doa, terhapusnya kesalahan-kesalahan, berlipatgandanya kebaikan kebaikan, tingginya derajat serta sebab keberuntungan mendapatkan surga yang penuh dengan kenikmatan. 

Puasa Makruh
 

Di antara puasa-puasa yang dimakruhkan adalah:
 
§  Puasa Arafah bagi orang yang menunaikan ibadah haji. 
§  Puasa hari Jum’at saja. 
§  Puasa hari Sabtu saja. 
§  Puasa hari terakhir dari bulan Sya’ban, kecuali jika bertepatan dengan puasa yang telah bisa dilakukan seperti puasa Senin Kamis. 
§  Puasa ad-Dahr, jika berbuka pada hari-hari yang diharamkan berpuasa. Jika tetap berpuassa maka hukumnya adalah haram.


Puasa Yang Diharamkan
 

Di antara puasa yang dilarang adalah sebagai berikut:
 
§  Puasa dua hari raya. 
§  Puasa hari-hari tasyriq 
§  Puasa saat haid dan nifas bagi wanita 
§  Puasa sunnah bagi wanita jika suami melarangnya. 
§  Puasa orang sakit yang jika berpuasa membahayakan dirinya. 

Sumber (dengan meringkas):
 
1. Meraih Puasa Sempurna, Dr. Abdullah bin Muhammad ath-Thayyar, Pustaka Ibnu Katsir.
 
2. Majelis Ramadhan, Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, Pustaka Imam asy-Syafi’i. (kholif)
 

Bulan Sya'ban


Bulan Sya'ban adalah bulan di saat Nabi Muhammad saw melakukan puasa sunnahnya yang terbanyak. Di bulan-bulan lain, Nabi tidak melakukan puasa (sunnah) sebanyak di bulan Sya'ban.

Rasulullah menyambut keutamaan bulan Sya’ban dengan melakukan puasa. Puasanya sebagaimana puasa bulan Ramadhan, hanya hukumnya sunnah.

Puasa sunnah Sya’ban ini senantiasa dilakukan Nabi SAW. Mengenai berapa lama beliau berpuasa, para ulama berbeda pendapat, karena beragam riwayat yang menjelaskan puasa Rasulullah SAW di bulan Sya’ban ini.

Pendapat para ulama tentang berapa hari puasa itu dilakukan Nabi SAW cukup beragam :

1. Puasa Sya’ban sebulan penuh

Beberapa riwayat menjelaskan bahwa pada bulan Sya’ban beliau berpuasa sebulan penuh, sehingga menyambung puasanya itu dengan puasa Ramadhan. Riwayat yang menjelaskan hal ini di antaranya adalah :

Dari Abu Salamah , bahwa Aisyah telah memberitahunya, ”Rasulullah tidak pernah berpuasa pada suatu bulan yang lebih banyak daripada bulan Sya’ban, sesungguhnya beliau berpuasa Sya’ban sebulan penuh…” (HR Bukhari ).

2. Puasa sebanyak mungkin, tapi kurang dari sebulan

Rasulullah SAW diriwayatkan tidak puasa sebulan penuh, tapi kurang beberapa hari. Hal ini dijelaskan dalam riwayat shahih berikut:

Abu Salamah berkata,”Aku telah bertanya kepada Aisyah tentang puasa Rasulullah. Ia menjawab,’Rasulullah terus berpuasa hingga kami menyatakan bahwa beliau puasa terus menerus. Dan terkadang beliau terus berbuka (tidak puasa) hingga kami menyatakan bahwa beliau terus berbuka (tidak puasa). Dan aku tidak melihat Rasulullah berpuasa dalam suatu bulan melebihi puasanya di bulan Sya’ban. Beliau puasa pada seluruh bulan Sya’ban, dan beliau puasa bulan Sya’ban keseluruhan kecuali sedikit.” (HR. Muslim).

3. Puasa sampai pertengahan bulan

Di samping hadits-hadits di atas ada juga riwayat yang menyatakan bahwa beliau melarang puasa sunnah bila telah memasuki petengahan bulan.

Abu Hurairah berkata,”Rasulullah bersabda,’Tidak ada puasa (sunnah) setelah pertengahan bulan Sya’ban sampai datang bulan Ramadhan.’” (HR Ibnu Hibban ).

4. Puasa satu atau dua hari saja

Imran bin Hushain berkata,”Rasulullah pernah bertanya kepada seorang laki-laki,’Apakah kamu telah puasa di penghujung bulan Sya’ban ini?’ Ia menjawab,’Tidak’. Sebelum datangnya Ramadhan, maka puasalah sehari atau dua hari.” (HR Muslim).

Hadits tersebut , kata Imam al-Qurthubi, merupakan pembiasaan kebaikan dari Rasulullah agar tidak terputus. Dan itu merupakan anjuran untuk orang yang mukallaf agar tidak melewatkan puasa sunnah Sya’ban begitu saja. Ketika ada shahabatnya yang tidak puasa, beliau menganjurkan puasa barang sehari atau dua hari. Karena hal itu tidak terlepas dari keutamaan puasa bulan Sya’ban yang begitu besar, sayang kalau dilewatkan.

Jadi segeralah bersiap puasa 3 hari di bulan Syaban yaitu sekitar tgl 22, 23, 24 Juni 2013/Sya’ban 1434 H

pesantrenvirtual.com
tausyiah275.wordpress.com
abdaz.wordpress.com